SEDIKIT CORETAN PERJALANAN

Oktober 20, 2013

Sebuah Nasionalisme?





Sidoarjo, 18 September 2013

Judul di atas mungkin itu jadi pertanyaan bagi diri sendiri dan orang-orang yang bisa diajukan ketika banyak anak negeri ini berbondong-bondong pada hari kerja sepulang dari aktivitasnya masing-masing menuju ke Gelora Delta Sidoarjo untuk menonton sebuah pertandingan yang seharusnya tidak seheboh ini mengingat ini masih tingkat asean dan belum kelas senior. 


Dengan semangat rela berkorban mengejar tiket, berdesakan, macet, dan sebagainya tidak menyurutkan langkah orang-orang ini. Permainan yang apik dari pasukan garuda muda kita ini membuat banyak orang ingin menyaksikannya secara langsung tidak terkceuali saya. Apalagi pertandingan kali ini sangat sarat dengan gengsi dan emosi yakni Indonesia U-19 vs Malaysia U-19. Hidup Indonesia!


Skor akhir 1-1 sehingga indonesia lolos semifinal dan berakhir dengan juara AFF. Ini sekaligus menghentikan langkah malaysia. Cukup puas walaupun faktanya ternyata kita belom bisa mengalahkan malaysia dengan skor langsung. 


Namun ketika kami berlima cabut kuliah komdas dan mesin ac demi menonton Timnas U-19 berlaga apakah itu sudah bukti dari sebuah nasionalisme? entahlah.

Tabik.

Forza!


September 14, 2013

Sikunir: Sunrise di Atas Awan


Sunrise!
 “If you want to be reminded of the love of the Lord, just watch the sunrise.”
 Jeannette Walls
"Pak, dimana?" sebuah sms singkat pagi itu ditujukan untuk pak Mulyadi, bapak yang akan menemani kami melihat indahnya sikunir. Jam menunjukkan pukul setengah 4 pagi itu, kami dengan bersemangat sudah siap menunggu di depan homestay. Udara pagi itu terasa dingin sekali. Saya sendiri mendobel baju dan jaket saya. Tidak lama berselang Pak mulyadi datang bersama temannya. 

Mereka berdua dengan motornya siap mengantarkan kami menembus dinginnya dieng pagi itu menuju desa sembungan, desa tempat puncak sikunir berada. Desa sembungan adalah desa tertinggi di pulau jawa. Dengan ketinggian lebih dari 2000 mdpl menjadikan tempat ini dingin luar biasa saat musim kemarau seperti ini. Persiapan saya membawa beberapa baju hangat serta dobel jaket terbukti pilihan yang bijak meskipun membuat tas backpack saya menjadi penuh. 

Desa Tertinggi di Pulau Jawa
Perjalanan menuju desa sembungan memakan waktu sekitar 30 menit. Akses jalan menuju desa sembungan gelap, tidak ada penerangan dan jalannya tidak bagus. Banyak terdapat lubang dimana-mana. Bahkan ketika kita sudah sampai desanya, kita akan melihat jalan yang berbatu , tidak rata sama sekali. Perjalanan kami ditemani bintang-bintang saja yang cukup terlihat di langit dieng ini. Walaupun nama sembungan dan sikunir sudah cukup dikenal, hal ini tidak membuat akses jalan menjadi bagus. Entah kenapa saya juga sedikit heran. 

Menurut pak Mulyadi memang dinas pariwisata tidak membiayai hal ini. Perbaikan dan pemeliharaan murni dilakukan oleh penduduk desa saja. Aneh memang mengingat puncak sikunir merupakan satu dari sekian jualan wisata di dataran tinggi dieng ini. Terbukti dari kita pasti selalu menemukan tawaran melihat golden sunrise di sikunir dari agen-agen tour atau guide paket wisata. Apakah hal tersebut tidak bisa dibilang egois? memanfaatkan keuntungan dari keindahan sikunir namun tidak membantu menghidupi desanya. Ah entahlah. Saya juga tidak tau terlalu banyak mungkin bisa jadi saya cuma sok tau. 

Sudahlah kalau masalah jalan jangankan di desa terpencil seperti ini, jalan jalur pantura yang notabene jalan utama saja masih banyak lubang. kok mengharapkan lebih dari pantura? sudahlah. Saya toh juga meyakini dibalik kesulitan ada kemudahan sama seperti dibalik jalan rusak ini ada keindahan alam yang akan membuat kita takjub. Subhanallah.    

Sikunir
Setelah melaksanakan solat subuh di desa sembungan, kami melanjutkan perjalanan hingga membawa kami sampai di titik awal pendakian. Setelah memarkir motor kami lantas bersiap dengan peralatan yang dibawa. Bukit sikunir ini bisa kita daki (hiking) dengan waktu sekitar 30 menit saja. Dengan jarak sekitar 800 m dari titik awal kita sudah sampai di spot terbaik untuk melihat sunrise. 

Perjalanan kami terbilang cukup lancar. Dengan stamina dan fisik yang prima, saya rasa semua orang juga bisa mendaki bukit ini. Tidak usah khawatir. Selama persiapannya bagus, bekalnya cukup, kita akan sampai dengan nyaman. Dengan sebuah headlamp dan sebuah senter milik pak Mulyadi, kami akhirnya tiba. Disana sudah banyak orang yang datang sebelum kami. Ada pula abang-abang penjual minuman di atas sana. 

Namun yang lebih menarik perhatian kami adalah di depan kami berdiri gagah Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing berlatarkan langit yang mulai kemerahan dan beralaskan lautan awan putih yang membentang seperti permadani. Sungguh indah.
Terlihat gunung merbabu dan merapi ngintip
Kami benar-benar beruntung pagi itu. Langit cukup cerah dan lautan awan pun juga menyambut kami. Sesekali mata kita juga tertuju pada gunung merbabu di belakangnya serta merapi dibaliknya yang mengintip genit sebelum akhirnya tertutup kabut. Saya pun memesan segelas teh manis hangat untuk merasakan sensasi lain. dan memang luar biasa.

Kapan lagi kita bisa minum teh dengan latar gunung sindoro dan lautan awan yang menyambut kita. Sesuatu yang tidak bisa kita rasakan setiap hari bukan? luar biasa. Tidak banyak yang saya perbuat setelah itu. Saya terlanjur takjub dengan pemandangan di depan saya. Sesekali saya mengambil gambar namun lebih banyak menikmati suasana. 

Sambil menunggu momen munculnya sang fajar, tidak lupa saya menyiapkan handycam yang sudah saya bawa. Sepertinya saya tidak mau kehilangan pemandangan ini. "Ini akan menjadi abadi setelah saya rekam di handycam" pikirku. 
Sindoro dan lautan awan
Tidak beberapa lama kemudian beberapa orang teriak histeris. Saya pun bingung zzz. Ternyata fajar merah sudah mengintip keluar. Spontan saya membidik handycam saya ke arah tersebut. Dan benar saja pelan-pelan kian lama fajar merah pun berganti mejadi emas. "Oh inilah yang dimaksud golden sunrise", kataku dalam hati. 

Saya pun hanya bisa mengucap terima kasih dan syukur kepada Allah atas keindahan yang saya lihat ini. Benar-benar indah. Rasanya saya ingin tetap disini dan bisa melihat pemandangan ini setiap hari. Hal yang tidak mungkin. Masih terekam jelas di kepala saya momen-momen keluarnya matahari hingga pergantian warna menjadi emas. Luar biasa. 

Semoga saya bisa kembali lagi ke sini dan melihat keindahan ini lagi. Semoga.

Ini Golden Sunrise!
Saya benar-benar menghabiskan waktu pagi saya di tempat ini. Terbukti dari kami termasuk rombongan yang paling akhir dari tempat ini yang turun. Perjalanan turun ke bawah juga tak kalah indah. dengan di sebelah kanan kami ternyata jurang yang dalam. Kami melangkah dengan hati-hati. Di perjalanan turun akan terlihat telaga cebong yang memesona. 

Saat kita datang, telaga cebong ini tidak terlihat indahnya karena gelap. Namun, saat matahari ikut menyinari permukaan telaga cebong ini maka keindahan lagi yang kita dapat. Paket lengkap. Selepas dari tempat parkir, kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke homestay. Di perjalanan, kami melewati banyak pipa-pipa gas panas bumi milik PT. Geo Dipa Energy yang memang banyak mengelilingi dieng. Pipa-pipa ini menjadi daya tarik tersendiri untuk menikmati dataran tinggi ini. 

Telaga Cebong
Sesampainya di homestay kami merasa berat meninggalkan negeri indah ini namun memang waktu jugalah yang memisahkan. Selepas sarapan pagi di Bu Mien kami pun pulang menggunakan mikrobus kembali ke wonosobo sebelum melanjutkan perjalanan ke jogja surabaya.Tidak lupa di wonosobo kami mencoba masakan khas mie ongklok longkrak yang terkenal itu. 

Begitulah kawan semoga perjalanan ini dapat menambah ilmu kita serta dapat menyadarkan kita akan keindahan alam indonesia dan bagaimana kepedulian kita untuk menjaganya.

Tabik.

Bukit Sikunir
Catatan Biaya Penting: 
1. Ojek serta Guide sikunir : Rp. 50.000
2. Retribusi dan parkir sikunir : Rp. 4000
3. Mikro Bus Dieng - Wonosobo : Rp. 10.000

Sedikit Tips:
1. Waktu terbaik untuk melihat sunrise disini tentu saat musim kemarau (juli-agustus). Namun sebagai konsekuensi dari yang akan didapat, kita perlu menyiapkan persiapan yang lebih seperti jaket tebal, syal, masker, kupluk, sarung tangan, sepatu atau sandal gunung dengan kaos kaki mengingat suhu di dieng dan sikunir saat kemarau bisa mencapai 0 derajat pada saat-saat tertentu.
2. Jika ingin melihat sunrise di sikunir lebih baik menggunakan ojek kecuali sudah tau jalannya atau sudah survey sebelumnya. Tidak begitu disarankan memakai jasa dari penginapan karena lebih mahal ongkosnya (bagi yang mau berhemat). Langsung nego ke ojek saja.
3. FYI di sikunir terdapat banyak spot untuk melihat sunrise (tidak cuma satu). Pilihlah sesuai keinginan.
4. Lebih baik solat subuhnya di desa sembungan baru abis itu naik. Masih sempat waktunya untuk melihat sunrise. Tidak disarankan solatnya di dieng karena akan terburu-buru nantinya.
5. Jaga Kebersihan
  
Gallery Foto:
Ngeteh dulu sob

itu awan empuk kayaknya

belom keluar sunrisenya

Ini fajar merah baru muncul

Subhanallah!
Indonesia itu indah kawan!

di atas awan!

September 12, 2013

Pesona Telaga Warna, Dieng!


Look!
 If you reject the food, ignore the customs, and avoid the people, you might better stay at home.James Michener

"Mas, mba mau nonton ya? langsung masuk aja ntar langsung main filmnya tiketnya 4000 satu orang", tagihan mas-mas penjaga theater membuka obrolan kami sore itu. Dengan tiket 4000 rupiah saja kita bisa menonton film selama sekitar 20 menit tentang sejarah dieng. Filmnya sangat edukatif menurut saya karena film tersebut bisa menjelaskan berbagai macam hal yang sebelumnya kita tidak tau. Dari asal usul dataran tinggi dieng yang terjadi karena letusan gunung api purba Prau, bencana yang terjadi di kawah sinila dan menewaskan 100an penduduk, hingga adat pemotongan rambut gimbal anak dieng yang beranjak dewasa. Super. 

Tapi terlepas dari itu, hal utama memang pengalaman dari masing-masing individu yang jauh lebih berharga daripada film. Sehingga kita bisa mengambil nilai yang lebih inspiratif dari pengalaman individu tersebut. Kita bisa merasakan kearifan lokal hanya dengan kita berkomunikasi dengan individu-individu (baca: penduduk / masyarakat sekitar) tersebut. Film hanya agar kita sebagai makhluk visual bisa melihat secara visual pula apa yang sebenarnya terjadi. 

Sebagai contoh : Saya diceritakan oleh pengelola penginapan tentang fenomena bun upas yakni membekunya tanaman-tanaman karena dieng berada pada suhu terendah saat itu. Namun kita yang tidak pernah tau fenomena itu tentu sulit membayangkan. Nah disinilah film/video dan juga foto sebagai media visual berperan. Tentu kita jadi bisa dengan mudah mengetahui fenomena tersebut. Maksud saya jadilah traveler yang selain ramah lingkungan juga ramah sosial, jangan kita datang ke suatu tempat, kita nikmati saja, foto-foto, hura-hura, lalu pulang. Tidak ada nilai yang bisa diambil dan diberi dari hal itu. Sekian.

DPT!
     Lalu setelah menonton film dieng inilah judul blog diatas menjadi tepat sasaran. Ya, Telaga Warna. Disebut Telaga Warna karena warna air telaga bisa berubah-ubah. Kadang berwarna hijau kebiruan, hijau tosca, kadang kuning berbaur kemerahan. Perubahan warna ini bergantung pada cuaca, waktu, dan saat kita melihatnya. 

Pesona telaga ini ada hubungannya dengan theater ini kenapa? sebab spot terbaik kita melihat telaga warna ini ada di balik batu yang jalan untuk kesana tepat berada di belakang dieng plateu theater ini. Untuk mencapai tempat ini tidak sulit. Dari belakang dieng plateu theater ini kita cukup menyusuri jalan setapak tanah hingga sampai bertemu pertigaan. Dari pertigaan itu belok ke kanan. Setelah itu susuri saja jalan yang semakin nanjak itu hingga kita bisa tepat berada di atas batu yang meghadap ke telaga warna dan telaga pengilon di sebelahnya. Indah sob. 

Hijau Kebiru-biruan

Menurut beberapa orang spot ini memang baru dibuat aksesnya dan nama tempat ini adalah batu pandang. Jikalau masih bingung jalannya saran saya tanya aja penjaga tiket theater ini. beliau akan dengan senang hati menunjukan jalannya. Kami sendiri menghabiskan waktu yang cukup sangat lama disini. Bukan karena apa tapi memang indah banget. Pemandangan dari atas sini dapat melihat seluruh telaga warna dan telaga pengilon. Dengan latar belakang bukit-bukit hijau, rimbunnya hutan dan perpaduan telaga warna berwarna hijau kebiruan serta telaga pengilon berwarna kecoklatan, maka rasa damai, segar, adem, nyaman, senang bercampur jadi satu disini. Indonesia itu indah kawan. 

Tidak lupa kita bersyukur atas kuasa dan nikmat Allah yang telah menggoreskan keindahan di dataran tinggi ini dan kita manusia-manusia kecil ini diberikan kesempatan melihatnya. Alhamdulillah.

Salah satu sudut telaga warna
   
     Puas melihat telaga warna dari atas, tidak ada salahnya untuk menikmati telaga ini dari bawah juga. Sangat mudah jika dari sini. Kita tidak perlu memutar ke pintu masuk resmi telaga warna. Kita cukup ambil jalan dari belakang Dieng Plateu Theater sebelah kiri. Disana ada anak tangga bagi pengunjung yang ingin ke telaga warna. Dan setelah menuruni seratus anak tangga mungkin zzz, sampailah kita di surganya dataran tinggi dieng, Telaga Warna. Seperti yang dijelaskan sebelumnya di kompleks telaga warna ini juga terdapat telaga lain yang bersebelahan dan dipisahkan sebuah padang rumput saja yaitu Telaga Pengilon. Konon, disebut Telaga Pengilon karena airnya yang begitu jernih, sehingga bisa untuk berkaca.

seger!

    Saat mengelilingi telaga, sebenarnya kita juga akan menemukan beberapa gua kecil. Antara lain Gua Semar, Gua Sumur, dan Gua Jaran. Gua-gua ini beraroma mistis. Konon, beberapa gua digunakan sebagai tempat meditasi. Namun, karena waktu jua lah kami tidak sempat mengunjungi gua-gua tersebut. Kami terlanjur lama di telaga warna. Ya bagaimana tidak? Air hijau kebiru-biruan yang tenang, telaga yang dilindungi bukit dan rimbunnya hutan, serta udara yang segar memang membuat kita banyak menghabiskan waktu di telaga warna. Benar-benar surganya dataran tinggi dieng. Damai sob. 

Panorama Telaga Warna

    Selepas keluar dari kawasan telaga warna kami berencana jalan kaki hingga homestay. Namun, memang Allah bersama para pejalan, tiba-tiba dari arah jalan berlawan datanglah sejenis kereta wisata yang berjalan dengan gembira (terlihat dari penumpangnya yang bernyanyi). lalu kami pun ditawari nebeng. Ternyata mereka ini berasal dari komunitas jalan-jalan bareng regional dieng yang sedang melakukan kegiatan bareng dan esok hari mereka melakukan pendakian massal ke gunung prau. Sayang kami tidak bisa ikut tentunya karena besok waktunya kami pergi ke jogja surabaya. 
Tidak lama sesampainya di homestay, maghrib pun tiba. Saya mencoba untuk solat di mesjid besar depan homestay. Sekaligus menjajal udara malam dieng dan ternyata... dingin zzz. Ditambah saat kita akan mengambil air wudhu. Makin Dingin!! Tapi setelah solat di mesjid tentu hati menjadi hangat, pikiran hangat, badan pun ikutan hangat. Asik. 
Selepas solat saya menyempatkan diri mencoba buah khas dieng yakni carica di sebelah homestay. Buah carica ini memang menjadi primadona di dieng. Masyakat dieng juga banyak yang menggantungkan hidupnya dengan mengolah dan menjual carica. Ini memang sudah menjadi industri rumahan di berbagai tempat di dieng. Apalagi dengan banyakya pendatang yang penasaran ingin mencoba tentu buah ini menjadi laris. Dan akhirnya hari semakin malam waktunya untuk istirahat serta menyiapkan tubuh dan tenaga untuk mengejar sunrise di sikunir esok hari. Sekali lagi Indonesia itu indah kawan.

Tabik. 

Sejauh mata memandang. Hijau!

Catatan Biaya Penting :
1. Tiket Masuk Dieng Plateu Theater : Rp. 4000
2. Tiket Retribusi Batu Pandang Telaga Warna : Rp. 3000
3. Tiket Masuk Telaga Warna : Gratis karena masuk lewat DPT

Sedikit Tips:
1. Rute ternyaman saat mengunjungi kawasan dieng menurut saya adalah pertama mengunjungi kompleks candi arjuna dengan lewat gerbang resmi atau lewat sawah (lebih dekat), kedua berjalan kaki sedikit ke arah selatan akan bertemu dengan museum kaliasa, ketiga susuri jalan besar depan museum hingga pertigaan untuk menuju ke kawah sikidang, keempat mengunjungi Dieng Plateu Theater untuk menonton film tentang dieng, kelima susuri jalan setapak belakang DPT untuk melihat telaga warna dari atas di batu pandang, keenam turun kebawah dari belakang DPT hingga sampai di telaga warna dan telaga pengilon, ketujuh pulang ke homestay istirahat bersiap untuk sunrise di sikunir esok hari. Rute diatas bisa dilakukan dengan berjalan kaki seharian dari pagi sekitar pukul 10.00.

Gallery Foto:

Telaga Warna

lagi
dan lagi
Indonesia itu Indah Kawan!



September 11, 2013

Arjuna dan Sikidang : Candi Bersejarah dan Kawah Mendidih


Kompleks Candi Arjuna
Twenty years from now you will be more disappointed by the things that you didn’t do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.– Mark Twain

"5000 rupiah foto dengan kamera sendiri , 10.000 langsung jadi", begitu kalimat yang tertera di salah satu sudut candi yang berada di komplek candi arjuna ini. Tulisan tersebut ternyata bukan sembarang tulisan. Beberapa lama kemudian datanglah sesosok manusia-manusia bermuka topeng lengkap dengan pakaian tradisionalnya datang. Mereka ternyata menawarkan foto bersama dengan latar sebuah candi di kompleks arjuna tersebut. Tak hanya para manusia berpakaian tradisional itu saja tapi disini juga ada manusia berpakaian teletubbies zzz dengan latar bukit-bukit yang memang hijau seperti dalam film teletubbies. Kreatif!. Kompleks candi arjuna ini terdiri dari beberapa candi selain Candi Arjuna sendiri tentunya, seperti Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembrada. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. 

Bisa berjemur depan candi arjuna wahaha
    Di kompleks candi ini bule-bule bertebaran dapat kita lihat dengan mudahnya. Saat saya berkunjung ke sini, turis mancanegara tersebut malah mencarter mikrobus agar dapat menampung rombongannya. Ada hal yang unik atau mungkin sebenarnya sudah biasa jika di tempat wisata. Namun, hal ini menjadi keunikan bagi saya pribadi ketika para bule tersebut mendatangi sebuah warung yang menjual souvenir serta makanan. Penjual warung tersebut dengan sengaja menaikkan harga barang yang diambil si bule tersebut. Tidak tanggung-tanggung bisa hampir 3 kali lipatnya ckck. Lucu aja sih melihat fenomena itu. Di satu sisi baik bagi perekonomian warga karena dapat keuntungan yang cukup banyak dari bule-bule itu, tapi disisi lain saya jadi membayangkan rasanya jadi bule tersebut. Apa rasanya dibohongi seperti itu? Semoga mereka tetap kaya. 
Ini dia pasukan bertopeng
     Walau matahari saat itu sedang tinggi-tingginya, tidak mengurangi keindahan dan kenyamanan di kompleks candi arjuna ini. Pemandangan di candi ini memang bagus. Latar belakang candi yang berupa pegunungan dan bukit-bukit dataran tinggi dieng menjadi perpaduan yang cukup membuat kita bisa betah berlama-lama di komplek candi ini. 
    Selepas dari kompleks candi ini, kami jalan sedikit ke arah selatan maka sampai di sebuah museum yang bernama museum kaliasa. Tidak banyak yang bisa saya ceritakan disini karena museumnya sendiri tutup entah kenapa. Namun, saya masih bisa sedikit melihat ke suatu bangunan di kompleks museum tersebut yang pintunya terbuka. Disana terdapat artefak-artefak dewa beserta penjelasannya. Contoh yang saya kenal sih dewa ganesha yang berarti dewa ilmu pengetahuan. Sisanya saya tidak begitu mengenal. Maklum bukan anak sejarah.

Dewa Ganesha


Mandi Uap Kawah Sikidang

kawah sikidang
    "Kawah sikidang ke arah mana ya bu?", tanya saya membuka obrolan dengan ibu penjual souvenir. "Mas, ikutin jalan ke kiri ini saja lewat perkampungan nanti kawah sikidang di sebelah kanan, kalau lurus telaga warna", jawab ibunya dengan sigap. Berjalan kaki di dataran dieng ini memang enak dan nyaman. Udaranya yang dingin sejuk pada siang hari tidak membuat kita dehidrasi atau juga cepat lelah. Berjalan santai saja menikmati udara serta pemandangannya yang memang benar-benar bagus. Sekitar 5 menit jalan kaki kami sudah ditawari ojek. Ya, memang banyak ojek di kawasan wisata ini. Bagi saya sih maklum saja namun kami lebih senang jalan kaki. Prinsip learning by walking harus tetap terjaga. 
    Tidak sampai setengah jam kami sudah tiba di kawah sikidang setelah membayar retribusi tiket masuk tentunya. Di kawasan ini sangat disarankan memakai masker karena bau belerangnya menyengat sekali. Lebih baik bawa masker dari rumah daripada beli di sekitar kawah. Kawah vulkanik sikidang ini sendiri diambil dari kata “kidang” yang berarti kijang. Keunikan kawah ini adalah kawah utamanya yang selalu berpindah, seolah meloncat mencari tempat baru. Kawah utamanya dipagari bambu dengan air yang mendidih. Selain itu di beberapa titik terdapat lubang air kecil dengan air yang mendidih pula. disinilah kita bisa merebus telur hingga mateng. Ada beberapa pengunjung yang mencoba melakukannya. Di kawasan ini, akan ada banyak papan peringatan yang memberitahu untuk tidak terlalu dekat dengan kawah utamanya. Batas waktu mengunjungi sampai jam 5 sore saja mungkin setelah itu bau belerang serta uap panas akan makin menyengat dan bisa mengganggu kesehatan pernapasan tentunya. Untuk yang lebih ekstrim kita bisa memanjat ke atas bukit agar bisa melihat kawah sikidang dari atas. Saya pun mencobanya dan ternyata biasa saja sensasinya sehingga lebih baik tidak perlu naik ke atas. Persiapkan fisik untuk ke bukit yang bisa melihat telaga warna dari atas saja. Itu baru indah. worth it. Saya akan bahas di post selanjutnya.

Air mendidih gini banyak di kawasan kawah sikidang
    Perjalanan kami selanjutnya adalah menonton film. Bukan film hollywood tentunya karena tidak ada bioskop disini zzz. Kami berencana menonton sejarah dan asal usul dieng di Dieng Plateu Theater. Untuk itu, kami harus melangkahkan kaki kami ke arah pertigaan telaga warna. Saat akan keluar dari kawasan kawah sikidang, tidak disangka ada mobil bak yang mengangkut sayuran lewat di hadapan kami. kesempatan tersebut tentu tidak disia-siakan oleh pejalan seperti kami tentunya. Benar-benar Tuhan bersama para pejalan kaki. Nebeng sampai DPT. Hidup nebengers!

Catatan Biaya Penting: 
1. Tiket Masuk Candi Arjuna : Gratis karena lewat sawah haha
2. Tiket Masuk Kawah Sikidang : Rp 5000

Sedikit Tips: 
1. Mengunjungi kawasan wisata dieng dengan jalan kaki saja karena selain sehat tentu tidak memakan biaya yang banyak. 
2. Menyewa sepeda motor kisaran Rp. 50.000 per hari bisa disewa dari tempat penginapan biasanya. Namun setiap tempat wisata ada tarif parkir selain biaya masuk. (sangat tidak disarankan bagi yang mau berhemat).
Gallery Foto:
kawah sikidang dari atas
pake masker sob bau belerangnya ga asik

lewat sawah wahah
Kompleks Candi Arjuna

Candi Arjuna


September 06, 2013

Dieng : Negeri Para Dewa

Gerbang Masuk Kawasan Wisata Dieng Plateu
The world is a book and those who do not travel read only one page.”
― Augustine of Hippo
“Magelang, magelang”. Teriak kenek bus ketika mata saya masih sulit untuk sekedar mengintip keluar jendela. Langit masih gelap, saya dan syfa almira (–travelmates saya) segera turun dari bus rahayu yang membawa saya dari surabaya ke magelang. Setelah mencuci muka di toilet, kami pun bergegas menuju mobil travel yang sudah siap membawa kami ke wonosobo. Ya, wonosobo merupakan tujuan kami di pagi buta itu, di provinsi jawa tengah. Perjalanan kami ke wonosobo memakan waktu sekitar 2 jam dari magelang. Awal mula kami memakai jasa travel adalah karena tidak ada bis langsung yang mengantar kami dari surabaya ke wonosobo. Saya pikir perjalanan untuk ke dieng jika dari surabaya adalah perjalanan yang tanggung. Jika berangkat dari surabaya pagi, maka sampai wonosobo sore hari dan sangat riskan karena bis wonosobo-dieng hanya sampai jam 5 dan itu berarti harus menginap di wonosobo (baca: tambah pengeluaran). Jika berangkat malam, saya khawatir tidak ada bis lagi dari magelang-wonosobo sehingga nasib kita pun tidak jelas nanti di terminal magelang. Di tengah kebingungan tersebut pada hari H kami diberitahu oleh suryoaji teman kami ada bis travel langsung ke wonobo. "Wah, kebetulan sekali", pikirku. Dengan bekal handphone di saku dan pulsa yang lumayan sedikit alhamdulillah tanpa pikir panjang saya telepon dan booking untuk berangkat sore harinya sehingga kami sampai wonosobo pagi hari dan tidak perlu menginap (baca:irit). Dieng, here we go!! 

Bus Travel
    Perjalanan di mobil travel melewati jalur magelang, temanggung, parakan kami disuguhi pemandangan yang sangat cantik pagi itu dengan latar gunung sindoro yang gagah di sebelah kanan dan gunung sumbing yang elok di sebelah kiri serta sunrise merah di belakang kami menjadi pemandangan yang membuat saya sudah berkata seraya tersenyum “ah, sepertinya perjalanan kami akan indah”, harapku. Sekitar pukul 7.00 kami tiba di alun-alun wonosobo untuk melanjutkan perjalanan dengan bis ke dieng. Perjalanan naik ke atas dieng ini seperti perjalanan ke negeri lain saja. Kami disuguhi pemandangan yang asing bagi kami anak kota. Hamparan kebun-kebun kentang hijau membentang lantas membentuk pola yang indah. Bukit-bukit yang asri, udara yang segar. Betul-betul indah. Anda pasti takjub ketika melihat keindahan alam dieng. Sangat hijau, bersih , sangat memanjakan mata. “Ah, anak kota mana yang tidak senang dengan suasana ini” pikirku. Dataran Tinggi Dieng ini sendiri berada pada ketinggian sekitar 2000 mdpl. Suhu berkisar 12-20 °C di siang hari dan 7-10 °C di malam hari. Pada bulan-bulan ini (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Sayangnya, saat kami ke dieng fenomena bun upas sudah terjadi pada awal agustus. Sehingga kami tidak merasakan fenomena langka itu. Selain kentang, Dieng juga mempunyai buah khasnya yakni carica yaitu sejenis pepaya kalau di kota. Rasanya manis jika sudah diolah tapi kalau rasa aslinya katanya sedikit asam. Banyak sekali yang menjual carica ini di dieng sehingga tidak perlu bingung membeli dimana.
     Di perjalanan, kami banyak mengobrol dengan supir mikro bus ini. Ya, saya rasa memang masyarakat dieng sangat ramah terhadap pendatang. Mereka akan menjawab semua rasa penasaran anda dengan senang hati bahkan menjadi seperti tour guide dadakan memberi tahu ini itu hal-hal yang tidak kita tanyakan. Sampai di pertigaan bu Jono, kanan ke komplek arjuna dan kiri ke telaga warna, kami masih belum tau menginap dimana. Kebetulan pada hari itu hotel bu jono yang tersohor itu sedang direnovasi sehingga kami tidak bisa menginap disana. Setelah sarapan di Bu Min, kami mencari penginapan. Jangan kaget jika tiba-tiba ada yang menawari anda hotel atau jasa ojek. Ya, karena ini sudah memasuki kawasan wisata maka otomatis akan banyak yang menawarkan jasa. Cara mensiasatinya adalah cukup bilang terima kasih, sudah dapet hotel, lebih enak jalan kaki, udaranya segar. Klasik memang bukannya kami tidak mau dibantu tetapi memang lebih puas jika kita yang menentukan sendiri. Toh, memang banyak penginapan di sekitar situ. Tidak usah khawatir jika masuk ke penginapan A, lihat kamar lalu harganya tidak cocok. Cukup bilang terima kasih lalu melangkah ke penginapan lain. 
Kebun Kentang dimana-mana
Bukit-bukit hijau
      Kaki kami akhirnya sampai di arjuna homestay tempat yang cukup nyaman , berlantai 2 dengan kebun-kebun dan komplek candi arjuna sebagai pemandangan terasnya. Indah. Setelah membereskan perlengkapan dan ngobrol sebentar dengan pemilik penginapan ini, kami pun bergegas ke candi arjuna. Menurut pemilik penginapan kita tidak perlu masuk memutar lewat gerbang utama candi. Susuri saja ladang dan kebun di depan penginapan maka kita akan sampai di candi arjuna. Kawasan wisata dieng 1 ini jaraknya berdekatan bisa dicapai dengan jalan kaki sehingga tidak perlu sewa motor karena selain lebih irit tentunya jalan kaki akan membuat kita bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Sesuai prinsip saya learning by walking. Fyi setiap tempat juga ada retribusi parkir jadi memang jalan kaki itu selain sehat badan juga sehat kantong. Motor diperlukan ketika kita mengejar sunrise di puncak sikunir. Biasanya penginapan menawari kita paket ke puncak sikunir dengan guide juga dari penginapan. Kalau tips saya tawar ke tukang ojek saja karena jika dari penginapan itu lebih mahal kenanya. Logikanya kita bayar sekian ke orang penginapan lalu orang penginapan itu akan bayar juga ke ojeknya (baca: tangan kedua). Sehingga biaya yang dibebankan kepada kita lebih tinggi. Kebetulan pas kemarin saya ke sikunir memakai jasa ojek Pak Mulyadi dan ditemani juga sampai atas puncak. Dari pak Mulyadi saya diberitahu banyak hal dari cerita sejarah dieng, buah khasnya (carica) hingga soal ketidakakuran dinas pariwisata dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini terbukti dengan tidak berlakunya tiket terusan yang seharga 20.000 untuk masuk telaga warna. Saya sendiri juga tidak membeli tiket terusan karena selain tidak tahu beli dimana, saya pertama kali masuk candi arjuna saja bobol lewat ladang orang, lalu dimana beli tiketnya? 

Catatan Biaya Penting:
1. Bus Travel Surabaya-Wonosobo : Rp 140.000
2. MikroBus Wonosobo-Dieng : Rp. 10.000 - Rp. 12.000
3. Penginapan/Homestay : Rp. 150.000
4. Ojek serta Guide Sikunir : Rp. 50.000  

Sedikit Tips:
1. Lebih baik mengunjungi dieng pagi hari sehingga mempunyai banyak waktu untuk mengunjungi semua wisata di kawasan dieng 1 seharian.
2. Jangan terpaku pada satu penginapan karena penginapan disini banyak dengan harga yang bervariasi. Rata-rata sudah memakai air panas.

Gallery Foto:

Rumah Carica Jual Carica Dong
Hijaaauuuu

Segeerr
Gunung Sindoro (kapan yaa kesana?)

Ini buah caricanya yang masih di pohon

Ayo Sekolah!!