SEDIKIT CORETAN PERJALANAN

Oktober 20, 2013

Sebuah Nasionalisme?





Sidoarjo, 18 September 2013

Judul di atas mungkin itu jadi pertanyaan bagi diri sendiri dan orang-orang yang bisa diajukan ketika banyak anak negeri ini berbondong-bondong pada hari kerja sepulang dari aktivitasnya masing-masing menuju ke Gelora Delta Sidoarjo untuk menonton sebuah pertandingan yang seharusnya tidak seheboh ini mengingat ini masih tingkat asean dan belum kelas senior. 


Dengan semangat rela berkorban mengejar tiket, berdesakan, macet, dan sebagainya tidak menyurutkan langkah orang-orang ini. Permainan yang apik dari pasukan garuda muda kita ini membuat banyak orang ingin menyaksikannya secara langsung tidak terkceuali saya. Apalagi pertandingan kali ini sangat sarat dengan gengsi dan emosi yakni Indonesia U-19 vs Malaysia U-19. Hidup Indonesia!


Skor akhir 1-1 sehingga indonesia lolos semifinal dan berakhir dengan juara AFF. Ini sekaligus menghentikan langkah malaysia. Cukup puas walaupun faktanya ternyata kita belom bisa mengalahkan malaysia dengan skor langsung. 


Namun ketika kami berlima cabut kuliah komdas dan mesin ac demi menonton Timnas U-19 berlaga apakah itu sudah bukti dari sebuah nasionalisme? entahlah.

Tabik.

Forza!


September 14, 2013

Sikunir: Sunrise di Atas Awan


Sunrise!
 “If you want to be reminded of the love of the Lord, just watch the sunrise.”
 Jeannette Walls
"Pak, dimana?" sebuah sms singkat pagi itu ditujukan untuk pak Mulyadi, bapak yang akan menemani kami melihat indahnya sikunir. Jam menunjukkan pukul setengah 4 pagi itu, kami dengan bersemangat sudah siap menunggu di depan homestay. Udara pagi itu terasa dingin sekali. Saya sendiri mendobel baju dan jaket saya. Tidak lama berselang Pak mulyadi datang bersama temannya. 

Mereka berdua dengan motornya siap mengantarkan kami menembus dinginnya dieng pagi itu menuju desa sembungan, desa tempat puncak sikunir berada. Desa sembungan adalah desa tertinggi di pulau jawa. Dengan ketinggian lebih dari 2000 mdpl menjadikan tempat ini dingin luar biasa saat musim kemarau seperti ini. Persiapan saya membawa beberapa baju hangat serta dobel jaket terbukti pilihan yang bijak meskipun membuat tas backpack saya menjadi penuh. 

Desa Tertinggi di Pulau Jawa
Perjalanan menuju desa sembungan memakan waktu sekitar 30 menit. Akses jalan menuju desa sembungan gelap, tidak ada penerangan dan jalannya tidak bagus. Banyak terdapat lubang dimana-mana. Bahkan ketika kita sudah sampai desanya, kita akan melihat jalan yang berbatu , tidak rata sama sekali. Perjalanan kami ditemani bintang-bintang saja yang cukup terlihat di langit dieng ini. Walaupun nama sembungan dan sikunir sudah cukup dikenal, hal ini tidak membuat akses jalan menjadi bagus. Entah kenapa saya juga sedikit heran. 

Menurut pak Mulyadi memang dinas pariwisata tidak membiayai hal ini. Perbaikan dan pemeliharaan murni dilakukan oleh penduduk desa saja. Aneh memang mengingat puncak sikunir merupakan satu dari sekian jualan wisata di dataran tinggi dieng ini. Terbukti dari kita pasti selalu menemukan tawaran melihat golden sunrise di sikunir dari agen-agen tour atau guide paket wisata. Apakah hal tersebut tidak bisa dibilang egois? memanfaatkan keuntungan dari keindahan sikunir namun tidak membantu menghidupi desanya. Ah entahlah. Saya juga tidak tau terlalu banyak mungkin bisa jadi saya cuma sok tau. 

Sudahlah kalau masalah jalan jangankan di desa terpencil seperti ini, jalan jalur pantura yang notabene jalan utama saja masih banyak lubang. kok mengharapkan lebih dari pantura? sudahlah. Saya toh juga meyakini dibalik kesulitan ada kemudahan sama seperti dibalik jalan rusak ini ada keindahan alam yang akan membuat kita takjub. Subhanallah.    

Sikunir
Setelah melaksanakan solat subuh di desa sembungan, kami melanjutkan perjalanan hingga membawa kami sampai di titik awal pendakian. Setelah memarkir motor kami lantas bersiap dengan peralatan yang dibawa. Bukit sikunir ini bisa kita daki (hiking) dengan waktu sekitar 30 menit saja. Dengan jarak sekitar 800 m dari titik awal kita sudah sampai di spot terbaik untuk melihat sunrise. 

Perjalanan kami terbilang cukup lancar. Dengan stamina dan fisik yang prima, saya rasa semua orang juga bisa mendaki bukit ini. Tidak usah khawatir. Selama persiapannya bagus, bekalnya cukup, kita akan sampai dengan nyaman. Dengan sebuah headlamp dan sebuah senter milik pak Mulyadi, kami akhirnya tiba. Disana sudah banyak orang yang datang sebelum kami. Ada pula abang-abang penjual minuman di atas sana. 

Namun yang lebih menarik perhatian kami adalah di depan kami berdiri gagah Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing berlatarkan langit yang mulai kemerahan dan beralaskan lautan awan putih yang membentang seperti permadani. Sungguh indah.
Terlihat gunung merbabu dan merapi ngintip
Kami benar-benar beruntung pagi itu. Langit cukup cerah dan lautan awan pun juga menyambut kami. Sesekali mata kita juga tertuju pada gunung merbabu di belakangnya serta merapi dibaliknya yang mengintip genit sebelum akhirnya tertutup kabut. Saya pun memesan segelas teh manis hangat untuk merasakan sensasi lain. dan memang luar biasa.

Kapan lagi kita bisa minum teh dengan latar gunung sindoro dan lautan awan yang menyambut kita. Sesuatu yang tidak bisa kita rasakan setiap hari bukan? luar biasa. Tidak banyak yang saya perbuat setelah itu. Saya terlanjur takjub dengan pemandangan di depan saya. Sesekali saya mengambil gambar namun lebih banyak menikmati suasana. 

Sambil menunggu momen munculnya sang fajar, tidak lupa saya menyiapkan handycam yang sudah saya bawa. Sepertinya saya tidak mau kehilangan pemandangan ini. "Ini akan menjadi abadi setelah saya rekam di handycam" pikirku. 
Sindoro dan lautan awan
Tidak beberapa lama kemudian beberapa orang teriak histeris. Saya pun bingung zzz. Ternyata fajar merah sudah mengintip keluar. Spontan saya membidik handycam saya ke arah tersebut. Dan benar saja pelan-pelan kian lama fajar merah pun berganti mejadi emas. "Oh inilah yang dimaksud golden sunrise", kataku dalam hati. 

Saya pun hanya bisa mengucap terima kasih dan syukur kepada Allah atas keindahan yang saya lihat ini. Benar-benar indah. Rasanya saya ingin tetap disini dan bisa melihat pemandangan ini setiap hari. Hal yang tidak mungkin. Masih terekam jelas di kepala saya momen-momen keluarnya matahari hingga pergantian warna menjadi emas. Luar biasa. 

Semoga saya bisa kembali lagi ke sini dan melihat keindahan ini lagi. Semoga.

Ini Golden Sunrise!
Saya benar-benar menghabiskan waktu pagi saya di tempat ini. Terbukti dari kami termasuk rombongan yang paling akhir dari tempat ini yang turun. Perjalanan turun ke bawah juga tak kalah indah. dengan di sebelah kanan kami ternyata jurang yang dalam. Kami melangkah dengan hati-hati. Di perjalanan turun akan terlihat telaga cebong yang memesona. 

Saat kita datang, telaga cebong ini tidak terlihat indahnya karena gelap. Namun, saat matahari ikut menyinari permukaan telaga cebong ini maka keindahan lagi yang kita dapat. Paket lengkap. Selepas dari tempat parkir, kami pun melanjutkan perjalanan kembali ke homestay. Di perjalanan, kami melewati banyak pipa-pipa gas panas bumi milik PT. Geo Dipa Energy yang memang banyak mengelilingi dieng. Pipa-pipa ini menjadi daya tarik tersendiri untuk menikmati dataran tinggi ini. 

Telaga Cebong
Sesampainya di homestay kami merasa berat meninggalkan negeri indah ini namun memang waktu jugalah yang memisahkan. Selepas sarapan pagi di Bu Mien kami pun pulang menggunakan mikrobus kembali ke wonosobo sebelum melanjutkan perjalanan ke jogja surabaya.Tidak lupa di wonosobo kami mencoba masakan khas mie ongklok longkrak yang terkenal itu. 

Begitulah kawan semoga perjalanan ini dapat menambah ilmu kita serta dapat menyadarkan kita akan keindahan alam indonesia dan bagaimana kepedulian kita untuk menjaganya.

Tabik.

Bukit Sikunir
Catatan Biaya Penting: 
1. Ojek serta Guide sikunir : Rp. 50.000
2. Retribusi dan parkir sikunir : Rp. 4000
3. Mikro Bus Dieng - Wonosobo : Rp. 10.000

Sedikit Tips:
1. Waktu terbaik untuk melihat sunrise disini tentu saat musim kemarau (juli-agustus). Namun sebagai konsekuensi dari yang akan didapat, kita perlu menyiapkan persiapan yang lebih seperti jaket tebal, syal, masker, kupluk, sarung tangan, sepatu atau sandal gunung dengan kaos kaki mengingat suhu di dieng dan sikunir saat kemarau bisa mencapai 0 derajat pada saat-saat tertentu.
2. Jika ingin melihat sunrise di sikunir lebih baik menggunakan ojek kecuali sudah tau jalannya atau sudah survey sebelumnya. Tidak begitu disarankan memakai jasa dari penginapan karena lebih mahal ongkosnya (bagi yang mau berhemat). Langsung nego ke ojek saja.
3. FYI di sikunir terdapat banyak spot untuk melihat sunrise (tidak cuma satu). Pilihlah sesuai keinginan.
4. Lebih baik solat subuhnya di desa sembungan baru abis itu naik. Masih sempat waktunya untuk melihat sunrise. Tidak disarankan solatnya di dieng karena akan terburu-buru nantinya.
5. Jaga Kebersihan
  
Gallery Foto:
Ngeteh dulu sob

itu awan empuk kayaknya

belom keluar sunrisenya

Ini fajar merah baru muncul

Subhanallah!
Indonesia itu indah kawan!

di atas awan!

September 12, 2013

Pesona Telaga Warna, Dieng!


Look!
 If you reject the food, ignore the customs, and avoid the people, you might better stay at home.James Michener

"Mas, mba mau nonton ya? langsung masuk aja ntar langsung main filmnya tiketnya 4000 satu orang", tagihan mas-mas penjaga theater membuka obrolan kami sore itu. Dengan tiket 4000 rupiah saja kita bisa menonton film selama sekitar 20 menit tentang sejarah dieng. Filmnya sangat edukatif menurut saya karena film tersebut bisa menjelaskan berbagai macam hal yang sebelumnya kita tidak tau. Dari asal usul dataran tinggi dieng yang terjadi karena letusan gunung api purba Prau, bencana yang terjadi di kawah sinila dan menewaskan 100an penduduk, hingga adat pemotongan rambut gimbal anak dieng yang beranjak dewasa. Super. 

Tapi terlepas dari itu, hal utama memang pengalaman dari masing-masing individu yang jauh lebih berharga daripada film. Sehingga kita bisa mengambil nilai yang lebih inspiratif dari pengalaman individu tersebut. Kita bisa merasakan kearifan lokal hanya dengan kita berkomunikasi dengan individu-individu (baca: penduduk / masyarakat sekitar) tersebut. Film hanya agar kita sebagai makhluk visual bisa melihat secara visual pula apa yang sebenarnya terjadi. 

Sebagai contoh : Saya diceritakan oleh pengelola penginapan tentang fenomena bun upas yakni membekunya tanaman-tanaman karena dieng berada pada suhu terendah saat itu. Namun kita yang tidak pernah tau fenomena itu tentu sulit membayangkan. Nah disinilah film/video dan juga foto sebagai media visual berperan. Tentu kita jadi bisa dengan mudah mengetahui fenomena tersebut. Maksud saya jadilah traveler yang selain ramah lingkungan juga ramah sosial, jangan kita datang ke suatu tempat, kita nikmati saja, foto-foto, hura-hura, lalu pulang. Tidak ada nilai yang bisa diambil dan diberi dari hal itu. Sekian.

DPT!
     Lalu setelah menonton film dieng inilah judul blog diatas menjadi tepat sasaran. Ya, Telaga Warna. Disebut Telaga Warna karena warna air telaga bisa berubah-ubah. Kadang berwarna hijau kebiruan, hijau tosca, kadang kuning berbaur kemerahan. Perubahan warna ini bergantung pada cuaca, waktu, dan saat kita melihatnya. 

Pesona telaga ini ada hubungannya dengan theater ini kenapa? sebab spot terbaik kita melihat telaga warna ini ada di balik batu yang jalan untuk kesana tepat berada di belakang dieng plateu theater ini. Untuk mencapai tempat ini tidak sulit. Dari belakang dieng plateu theater ini kita cukup menyusuri jalan setapak tanah hingga sampai bertemu pertigaan. Dari pertigaan itu belok ke kanan. Setelah itu susuri saja jalan yang semakin nanjak itu hingga kita bisa tepat berada di atas batu yang meghadap ke telaga warna dan telaga pengilon di sebelahnya. Indah sob. 

Hijau Kebiru-biruan

Menurut beberapa orang spot ini memang baru dibuat aksesnya dan nama tempat ini adalah batu pandang. Jikalau masih bingung jalannya saran saya tanya aja penjaga tiket theater ini. beliau akan dengan senang hati menunjukan jalannya. Kami sendiri menghabiskan waktu yang cukup sangat lama disini. Bukan karena apa tapi memang indah banget. Pemandangan dari atas sini dapat melihat seluruh telaga warna dan telaga pengilon. Dengan latar belakang bukit-bukit hijau, rimbunnya hutan dan perpaduan telaga warna berwarna hijau kebiruan serta telaga pengilon berwarna kecoklatan, maka rasa damai, segar, adem, nyaman, senang bercampur jadi satu disini. Indonesia itu indah kawan. 

Tidak lupa kita bersyukur atas kuasa dan nikmat Allah yang telah menggoreskan keindahan di dataran tinggi ini dan kita manusia-manusia kecil ini diberikan kesempatan melihatnya. Alhamdulillah.

Salah satu sudut telaga warna
   
     Puas melihat telaga warna dari atas, tidak ada salahnya untuk menikmati telaga ini dari bawah juga. Sangat mudah jika dari sini. Kita tidak perlu memutar ke pintu masuk resmi telaga warna. Kita cukup ambil jalan dari belakang Dieng Plateu Theater sebelah kiri. Disana ada anak tangga bagi pengunjung yang ingin ke telaga warna. Dan setelah menuruni seratus anak tangga mungkin zzz, sampailah kita di surganya dataran tinggi dieng, Telaga Warna. Seperti yang dijelaskan sebelumnya di kompleks telaga warna ini juga terdapat telaga lain yang bersebelahan dan dipisahkan sebuah padang rumput saja yaitu Telaga Pengilon. Konon, disebut Telaga Pengilon karena airnya yang begitu jernih, sehingga bisa untuk berkaca.

seger!

    Saat mengelilingi telaga, sebenarnya kita juga akan menemukan beberapa gua kecil. Antara lain Gua Semar, Gua Sumur, dan Gua Jaran. Gua-gua ini beraroma mistis. Konon, beberapa gua digunakan sebagai tempat meditasi. Namun, karena waktu jua lah kami tidak sempat mengunjungi gua-gua tersebut. Kami terlanjur lama di telaga warna. Ya bagaimana tidak? Air hijau kebiru-biruan yang tenang, telaga yang dilindungi bukit dan rimbunnya hutan, serta udara yang segar memang membuat kita banyak menghabiskan waktu di telaga warna. Benar-benar surganya dataran tinggi dieng. Damai sob. 

Panorama Telaga Warna

    Selepas keluar dari kawasan telaga warna kami berencana jalan kaki hingga homestay. Namun, memang Allah bersama para pejalan, tiba-tiba dari arah jalan berlawan datanglah sejenis kereta wisata yang berjalan dengan gembira (terlihat dari penumpangnya yang bernyanyi). lalu kami pun ditawari nebeng. Ternyata mereka ini berasal dari komunitas jalan-jalan bareng regional dieng yang sedang melakukan kegiatan bareng dan esok hari mereka melakukan pendakian massal ke gunung prau. Sayang kami tidak bisa ikut tentunya karena besok waktunya kami pergi ke jogja surabaya. 
Tidak lama sesampainya di homestay, maghrib pun tiba. Saya mencoba untuk solat di mesjid besar depan homestay. Sekaligus menjajal udara malam dieng dan ternyata... dingin zzz. Ditambah saat kita akan mengambil air wudhu. Makin Dingin!! Tapi setelah solat di mesjid tentu hati menjadi hangat, pikiran hangat, badan pun ikutan hangat. Asik. 
Selepas solat saya menyempatkan diri mencoba buah khas dieng yakni carica di sebelah homestay. Buah carica ini memang menjadi primadona di dieng. Masyakat dieng juga banyak yang menggantungkan hidupnya dengan mengolah dan menjual carica. Ini memang sudah menjadi industri rumahan di berbagai tempat di dieng. Apalagi dengan banyakya pendatang yang penasaran ingin mencoba tentu buah ini menjadi laris. Dan akhirnya hari semakin malam waktunya untuk istirahat serta menyiapkan tubuh dan tenaga untuk mengejar sunrise di sikunir esok hari. Sekali lagi Indonesia itu indah kawan.

Tabik. 

Sejauh mata memandang. Hijau!

Catatan Biaya Penting :
1. Tiket Masuk Dieng Plateu Theater : Rp. 4000
2. Tiket Retribusi Batu Pandang Telaga Warna : Rp. 3000
3. Tiket Masuk Telaga Warna : Gratis karena masuk lewat DPT

Sedikit Tips:
1. Rute ternyaman saat mengunjungi kawasan dieng menurut saya adalah pertama mengunjungi kompleks candi arjuna dengan lewat gerbang resmi atau lewat sawah (lebih dekat), kedua berjalan kaki sedikit ke arah selatan akan bertemu dengan museum kaliasa, ketiga susuri jalan besar depan museum hingga pertigaan untuk menuju ke kawah sikidang, keempat mengunjungi Dieng Plateu Theater untuk menonton film tentang dieng, kelima susuri jalan setapak belakang DPT untuk melihat telaga warna dari atas di batu pandang, keenam turun kebawah dari belakang DPT hingga sampai di telaga warna dan telaga pengilon, ketujuh pulang ke homestay istirahat bersiap untuk sunrise di sikunir esok hari. Rute diatas bisa dilakukan dengan berjalan kaki seharian dari pagi sekitar pukul 10.00.

Gallery Foto:

Telaga Warna

lagi
dan lagi
Indonesia itu Indah Kawan!